Beberapa
waktu yang lalu, salah satu cerpen saya, Alunan Sanja, dimuat di Majalah Bobo.
Saya lupa, kapan terakhir menulis cerpen dan dongeng untuk Majalah Bobo. Sejak resign dari Majalah Bobo, tak ada target
untuk menulis cerpen dan dongeng. Jadinya, saya hanya menulis cerita bergambar
Keluarga Bobo. Sejak pandemi, saya tidak lagi menulis cerita Keluarga Bobo. Rasanya
kangen untuk menulis cerpen dan dongeng lagi di Majalah Bobo. Hasilnya? Mengalirlah
kisah Alunan Sanja.
Ide cerita
ini muncul ketika saya melihat foto-foto lama perjalanan saya ketika masih
sering liputan untuk rubrik Potret Negeriku. Saya melihat foto orang bermain
sape’, alat musik tradisional Dayak. Waktu itu saya sedang mengunjungi Desa
Wisata Pampang di Samarinda, Kalimantan Timur. Cling! Kepikiran untuk membuat cerita tentang sape’.
Umumnya sape’ dimainkan oleh laki-laki. Hmm, saya pun mencoba mencari referensi.
Ternyata, banyak juga perempuan yang memainkan sape’. Aha, saya ingin tokoh
perempuan! Maka, lahirlah Sanja.
Saya
mencoba menggambarkan karakter Sanja. Dia adalah seorang anak perempuan, seusia
pembaca Bobo, yang sayang pada neneknya. Sanja adalah anak yang aktif, kreatif,
dan pantang menyerah. Lalu, mucullah ide-ide lain. Tentang hubungan Sanja
dengan sape’, tentang hubungan Sanja dengan neneknya, tentang perjuangan Sanja
saat belajar bermain sape’, dan ide-ide lain. Setelah diramu dan disatukan,
mengalirlah cerita Alunan Sanja.
Awalnya
Sanja tidak bisa dan tidak terpikir untuk belajar bermain sape’. Tetapi, ketika
neneknya sakit, Sanja berusaha mencari-cari apa yang bisa membuat neneknya
bahagia. Sanja ingat, neneknya selalu bahagia ketika mendengar Kakek bermain
sape’. Sayang, Kakek sudah meninggal. Sape’nya pun tergeletak begitu saja. Selain
Kakek, tak ada yang bisa bermain sape’ di rumah Sanja. Nah, Sanja jadi ingin
belajar bermain sape’ untuk membahagiakan neneknya.
BalasHapusKeren mba, seneng bisa dimuat majalah anak populer, dulu saya sering membaca bobo, anak2 sekarang kok gak mau baca lagi ya..😣
Makasih, Mbak Narda. Mungkin anak-anak sekarang lebih banyak pilihan selain baca majalah, ya ... bisa baca ebook, nonton youtube, main sosmed, dll.
HapusBagus banget ceritanya Mbak, idenya dari hal sederhana tapi jadi menarik setelah riset lebih jauh, kaya akan kearifan lokal.. Keren!
BalasHapusMakasih, Mbak Dedew... Iya, Mbak, baru seneng belajar nulis tentang kearifan lokal ^^
HapusBobo majalah aku waktu kecil mba, wah sanja cucu yang hebat, mau menggantikan kakek buat nyenengin nenek, idenya keren mba buat anak mida belajar sapee
BalasHapusIya, Mbak... Sanja sayang banget sama neneknya ^^
HapusWah, keren banget Mbak. Memperkaya khasanah pengetahuan anak-anak. Termasuk orangtua sih, karena mengangkat budaya lokal.
BalasHapusMakasih, Bunda. Karena nulis cerita ini, saya pun belajar banyak ^^
HapusMba keren banget inspirasi cerpennya. Saya pelanggan bobo waktu zaman SD loh..
BalasHapusMakasih, Mbak Rini... Hihi, Bobo emang keren ya ^^
HapusAku pengen bisa menulis cerita yang berlatar belakang budaya suatu daerah, yang kental kearifan lokalnya.. Keren..
BalasHapusMakasih, Nai... Aku juga baru belajar ini, masih harus banyak berlatih. Kutunggu cerita Nai yang mengangkat kearifan lokal, yaaa ^^
HapusKangen nulis di Majalah Bobo lagi 🥲 sekarang kompetisi makin ketat ya.. eh ya salam buat Sanja yaa, Kak Penulis 🥰
BalasHapusNulis di Bobo memang ngangenin, ya... Iya, banyak penulis baru. Tapi, bukan berarti angkatan lama kayak kita nggak bisa muncul lagi. Ayo, cepat tulis dan kirim 😊
HapusSip... sip... salam untuk Sanja akan segera Kakak sampaikan. Makasih 😉
Halo Mba, boleh baca cerita lengkapnya? Ada dimana ya apakah diaplot? :) Terima kasih
BalasHapusMaaf, Mbak, belum ada versi lengkapnya di sini. Cerita ini dimuat di Majalah Bobo No. 28/XLIX, bulan Oktober 2021.
Hapus