Kue Dadar Lapis Madu
oleh Veronica Widyastuti
Nenek Martha yang baik hati ingin sekali makan kue dadar lapis madu kegemarannya. Dia membuka kotak uang simpanannya.
“Ah, masih cukup untuk membeli kue sepotong besar,” gumamnya.
Nenek Martha mengambil topi dan keranjangnya, lalu berangkat ke toko kue. Belum jauh dia berjalan, ada suara memanggilnya. “Nenek Martha, tunggu!”
Tampilan di Majalah Bobo, diilustrasi oleh Iwan Darmawan. |
Nenek Martha ragu-ragu. Kalau dia membeli gandum Pak Medi, uangnya tidak akan cukup untuk membeli sepotong besar kue dadar lapis madu. Tapi, dia tidak tega melihat anak Pak Medi yang menangis dengan lutut berdarah.
“Ah, aku masih bisa membeli kue dadar lapis madu potongan kecil,” pikirnya. Nenek Martha menyodorkan beberapa keping uang dan menerima gandum Pak Medi.
“Terima kasih, Nek.” Nenek Martha tersenyum dan melanjutkan perjalanannya.
Kira-kira lima menit berjalan, Nenek Martha bertemu kusir delman yang sedang berjongkok di samping delmannya. “Nek, ban delman saya bocor. Saya tidak membawa uang untuk ongkos menambalnya. Padahal, saya harus mengangkut pesanan gula ke kota.”
Nenek Martha merasa kasihan dan ingin memberi uang. Tapi, bagaimana dengan kue dadar lapis madunya? “Ah, barangkali aku boleh membeli setengah kue kecil,” pikirnya. Nenek Martha memberikan beberapa keping uangnya.
“Oh, Nenek baik sekali! Terima kasih, Nek! Sebagai gantinya, saya ingin memberi sekantung gula pada Nenek.”
Nenek Martha pun melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba ia merasa lelah, lalu duduk beristirahat di sebuah batang kayu di tepi jalan. Seorang anak kecil yang membawa ayam betina menghampirinya.
“Nek, ayamku baru saja bertelur. Maukah Nenek membeli telurnya? Aku perlu pensil baru untuk menulis di sekolah,” pinta anak itu.
Nenek Martha tersenyum. “Kamu anak rajin. Tentu saja aku mau membantu, Nak.” Nenek Martha memberikan beberapa keping uangnya.
“Terima kasih! Nenek sungguh baik hati.”
Sepeninggal anak itu, Nenek Martha termenung sambil menghitung sisa uangnya. “Semoga penjual kue mau memberikan seperempat potong kuenya yang kecil,” doa Nenek Martha.
Sebentar lagi Nenek Martha sampai ke toko kue. Tiba-tiba seorang gadis kecil menghentikannya. “Nenek! Tolong aku, Nek!” kata gadis kecil itu sambil menarik-narik baju Nenek Martha.
Gadis kecil itu terisak. “Ibuku marah karena aku menghilangkan uang untuk membeli beras. Nek, maukah Nenek membeli mentegaku? Aku perlu uang untuk membeli beras.”
Nenek Martha memberikan seluruh kepingan uangnya yang tersisa. “Ah, biarlah aku tidak jadi makan kue dadar lapis madu. Yang penting, anak ini bisa membeli beras,” batin Nenek Martha.
Mata gadis itu berbinar-binar. Dia memeluk Nenek Martha dengan gembira. “Terima kasih! Tuhan pasti membalas kebaikan Nenek!”
Kini, uang Nenek Martha sudah habis. Padahal toko yang menjual kue dadar lapis madu kegemarannya sudah ada di depan matanya.
“Aku tak punya uang lagi,” kata Nenek Martha sedih. “Ah, tapi, dengan melihat dan menghirup bau harum kue dadar lapis madu, aku cukup senang.”
Nenek Martha melihat kue dadar lapis madu di depan etalase dengan pandangan kepingin. Tiba-tiba, dia ingat sesuatu! Nenek Martha membuka keranjangnya. Ada gandum, gula, telur, dan mentega di dalamnya.
ilustrasi: Iwan Darmawan |
“Eh, iya. Sebenarnya tadinya aku mau membelinya, tapi ….” Nenek Martha menceritakan semua yang terjadi selama perjalanannya.
“Jadi, maukah Anda menukar bahan-bahan kue ini dengan sepotong kecil kue dadar lapis madu? Sepotong kecil saja,” tanya Nenek Martha penuh harap.
Pemilik toko tersenyum. “Ah, Nenek adalah seorang yang baik hati. Sepotong kue kecil saja tak akan cukup untuk kebaikan hati Nenek. Maukah Nenek menunggu sebentar?”
Tak lama kemudian, Nenek Martha mencium bau harum dari dapur toko kue. Pemilik toko keluar membawa kardus besar berisi lima bulatan kue dadar lapis madu yang besar. “Ini untuk Nenek.”
Mata Nenek Martha terbelalak. “Oh, maaf, mungkin Anda salah. Tapi, aku sama sekali tak punya uang untuk membayarnya.”
“Tenang, Nenek tidak perlu membayar. Kue ini saya buat dari bahan-bahan yang Nenek berikan. Saya cuma melapisi permukaannya dengan madu sebagai hadiah untuk kebaikan hati Nenek.”
Oooh, Nenek Martha bahagia sekali. Dengan hati-hati, dimasukkannya kardus berisi kue itu ke dalam keranjang. “Aku bisa mengundang tetangga-tetanggga dan berpesta dengan kue dadar sebanyak ini!” kata Nenek Martha dengan gembira. “Terima kasih, Nak. Kamu baik sekali. Semoga toko kuemu semakin laris!”
Pemilik toko kue itu tersenyum. Ah, dia pun ikut bahagia melihat Nenek Martha yang baik hati berseri-seri membawa kue dadar lapis madu kegemarannya.
Suka baca dongeng-dongeng seperti ini :)
BalasHapusMakasih. Kuenya juga boleh dicicipi, lho! ;)
BalasHapusJadi bahan belajarku. Pernah buat yang seperti ini, tapi endingku ketebak banget dan jebakan plot banget. Yang ini endingnya kece badai... Suka! :)
BalasHapusMakasih. Mbak Agnes. Kutunggu hasil belajarnya, ya ^_^
BalasHapusmenjadi referensi buat bacaan, untuk diceritakan ke anak-anak trimakasih
BalasHapusTerima kasih, Mbak Lina. Salam buat anak-anak, ya...^_^
BalasHapusceritanya bgus bget :)
BalasHapusMakasiiih ^_^
BalasHapusdongeng yg menghangatkan hati <3
BalasHapusMakasiiih... ;)
BalasHapus